Skip to main content

faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja dan fungsi penawaran tenaga kerja

 Faktor yang pengaruhi penawaran tenaga kerja
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja, diantaranya sebagai berikut:
a.       Jumlah Penduduk 
Makin besar jumlah penduduk, makin banyak tenaga kerja yang tersedia baik untuk angkatan kerja atau bukan angkatan kerja dengan demikian jumlah penawaran tenaga kerja juga akan semakin besar.
b.      Struktur Umur
Penduduk Indonesia termasuk dalam struktur umur muda, ini dapat dilihat dan bentuk piramida penduduk Indonesia. Meskipun pertambahan penduduk dapat ditekan tetapi penawaran tenaga kerja semakin tinggi karena semakin banyaknya penduduk yang memasuki usia kerja, dengan demikian penawaran tenaga kerja juga akan bertambah.
c.       Produktivitas
Produktivitas merupakan suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output dan jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seseorang tenaga kerja yang tersedia. Secara umum produktivitas tenaga kerja merupakan fungsi daripada pendidikan, teknologi, dan ketrampilan. Semakin tinggi pendidikan atau ketrampilan tenaga kerja maka semakin meningkat produktivitas tenaga kerja.
d.      Tingkat Upah
Secara teoritis, tingkat upah akan mempengaruhi jumlah penawaran tenaga kerja. Apabila tingkat upah naik, maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat dan sebaliknya. Hal ini dapat dibuktikan pada kurva penawaran tenaga kerja yang berslope positif.
e.       Tingkat Pendapatan
Secara teoritis, apabila upah meningkat dengan asumsi jam kerja yang sama, maka pendapatan akan bertambah. Sehingga kita akan menjumpai ibu rumah tangga yang bekerja merasa tidak perlu lagi membantu suami untuk mencari nafkah, akibatnya tingkat partisipasi angkatan kerja akan berkurang, dengan demikian supply tenaga kerja yang efektif akan berkurang.
f.       Kebijaksanaan Pemerintah
Dalam menelaah penawaran tenaga kerja maka memasukkan kebijaksanaan pemerintah kedalamnya adalah sangat relevan. Kita misalkan kebijaksanaan pemerintah dalam hal wajib belajar 9 tahun akan mengurangi jumlah tenaga kerja, dan akan ada batas umur kerja menjadi lebih tinggi. Dengan demikian terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja.
g.      Wanita yang Mengurus Rumah Tangga
Wanita yang mengurus rumah tangga tidak termasuk dalam angkatan kerja, tetapi mereka adalah tenaga kerja yang potensial yang sewaktu-waktu bisa memasuki pasar kerja. Dengan demikian semakin besar jumlah wanita yang mengurus rumah tangga maka penawaran tenaga kerja akan berkurang atau sebaliknya.
h.      Penduduk yang Bersekolah
Sama dengan hal di atas penduduk yang bersekolah tidak termasuk dalam angkatan kerja tetapi mereka sewaktu-waktu dapat menjadi tenaga kerja yang potensial, dengan demikian semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah berarti supply tenaga kerja akan berkurang. Oleh karena itu jumlah penduduk yang bersekolah perlu diperhitungkan untuk masa yang akan datang.
i.        Keadaan Perekonomian

Keadaan perekonomian dapat mendesak seseorang untuk bekerja memenuhi kebutuhannya, misalnya dalam satu keluarga harus bekerja semua apabila pendapatan suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga, atau seorang mahasiswa yang tamat tidak mau bekerja karena perekonomian orang tua sangat memadai, atau seorang istri tidak perlu bekerja karena perekonomian suami sudah mencukupi.

 Fungsi Penawaran Tenaga Kerja Pada Suatu Perekonomian
Untuk suatu perekonomian, maka konsep penawaran tenaga kerja memiliki banyak dimensi. Tenaga kerja agregat yang tersedia di masyarakat bergantung pada (1) populasi, (2) komposisi demografi penduduk dan  (3) tingkat partisipasi angkatan kerja (McConnel, 2003: 51). Populasi penduduk dipengaruhi oleh angka kelahiran, angka kematian dan migrasi penduduk neto.
Di Indonesia, angka kematian terus menunjukkan penurunan seiring dengan membaiknya kondisi sosial ekonomi masyarakat terutama membaiknya sarana dan prasarana kesehatan.  Sementara itu jumlah migrasi neto  penduduk juga tidak begitu besar, sehingga ketersediaan tenaga kerja dipengaruhi oleh angka kelahiran. Dengan  jumlah penduduk  sangat besar, maka jumlah angkatan kerja yang tersedia melebihi jumlah tenaga kerja diminta. Hal ini berarti terjadi kelebihan pencari kerja di atas jumlah pekerja diminta (labor surplus). Adanya labor surplus menyebabkan angka pengangguran tinggi dan disertai dengan tingkat upah yang rendah.
Faktor kedua yang berpengaruh pada penawaran tenaga kerja adalah komposisi demografi penduduk di antaranya jumlah penduduk pada berbagai usia.  Ditinjau dari usia, maka penduduk suatu negara (perekonomian) terdiri dari penduduk pada usia kerja dan penduduk di luar usia kerja. Mereka yang termasuk di luar usia kerja adalah anak-anak dan penduduk berusia lanjut (pasca kerja). Selanjutnya, kelompok penduduk yang berada pada usia kerja disebut tenaga kerja.
Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja mencakup penduduk yang bekerja dan yang sedang mencari kerja (menganggur). Sementara itu kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari  mereka yang masih bersekolah, mengurus rumah dan atau golongan penerima pendapatan. Dalam suatu perekonomian, penawaran tenaga kerja ditentukan oleh jumlah angkatan kerja. Semakin besar jumlah angkatan kerja, semakin besar pula penawaran tenaga kerja.
Selanjutnya faktor lain yang berpengaruh pada penawaran tenaga kerja adalah partisipasi angkatan kerja. Pengaruh partisipasi angkatan kerja dijelaskan melalui model alokasi waktu yang dikemukakan oleh Becker (McConnell et al., 2003: 53). Model  ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari model pilihan antara bekerja dan leisure. Rumah tangga sebagai unit ekonomi diasumsikan memaksimumkan utilitas. Utilitas rumah tangga dihasilkan oleh kombinasi barang dan jasa yang dikonsumsi, dan waktu yang tersedia bagi rumah tangga tersebut. Rumah tangga dapat menggunakan waktu yang tersedia untuk  3 (tiga)  macam kegiatan meliputi
1.                  Penggunaan waktu untuk bekerja di pasar tenaga kerja
2.                  Penggunaan waktu untuk kegiatan di rumah tangga (household production)
3.                  Penggunaan waktu untuk mengkonsumsi barang dan jasa
Pengembangan model pilihan bekerja-leisure dilakukan melalui penentuan alokasi waktu untuk berbagai tujuan. Maksimasi utilitas suatu rumah tangga bergantung cara anggota rumah tangga tersebut dalam mengalokasikan waktunya di antara berbagai pilihan yang meliputi bekerja di pasar tenaga kerja, kegiatan rumah tangga dan konsumsi. Prinsip umum yang digunakan dalam penentuan alokasi waktu adalah  faktor keunggulan komparatif (Bosworth et al., 1996 :  43). 
Seorang individu akan melakukan spesialisasi pada kegiatan yang paling efisien atau memiliki biaya oportunitas terendah. Misal terjadi kenaikan upah. Berdasar efek pendapatan, maka kenaikan upah akan menyebabkan kenaikan income suatu rumah tangga sehingga konsumsi mereka juga mengalami kenaikan. Kegiatan konsumsi ini memerlukan waktu. Hal ini berarti efek pendapatan akan menurunkan jam kerja.
Sementara itu, berdasar efek substitusi kenaikan upah menyebabkan waktu yang tersedia akan lebih berharga bila digunakan untuk bekerja. Rumah tangga tersebut akan melakukan substitusi dengan lebih banyak menggunakan waktu yang tersedia untuk bekerja. Dengan demikian efek substitusi meningkatkan jam kerja. Dampak kenaikan upah terhadap jam kerja bergantung pada efek neto dari efek pendapatan dan efek substitusi (McConnel et al., 2003: 55). Apabila efek substitusi lebih dominan daripada efek pendapatan maka jam kerja suatu rumah tangga meningkat sehingga partisipasi angkatan kerja naik.
Partisipasi angkatan kerja akan berkurang apabila terdapat pendapatan di luar bekerja (non-labor income) seperti pensiun, tunjangan untuk penganggur dan pendapatan dari akumulasi kekayaan. Selanjutnya, partisipasi angkatan kerja akan naik apabila terjadi perubahan preferensi rumah tangga (bekerja menjadi lebih disukai daripada yang lain) dan peningkatan produktivitas dalam rumah tangga sehingga tersedia lebih banyak waktu untuk kegiatan bekerja di pasar tenaga kerja.
Partisipasi tenaga kerja juga bergantung pada kondisi perekonomian. Pada saat perekonomian mengalami resesi maka sebagian pekerja terpaksa kehilangan pekerjaannya. Selama masa resesi, pekerja yang menganggur menjadi pesimis untuk mendapatkan pekerjaan pada tingkat upah tertentu sehingga mereka menjadi non-partisipan (tidak mencari kerja). Sebaliknya pada saat perekonomian membaik (booming), maka sejumlah pekerja yang selama ini menjadi non-partisipan (tidak bekerja maupun mencari kerja) menjadi optimis. Mereka akan berupaya untuk mencari kerja. Dengan demikian pada saat perekonomian membaik, maka jumlah penawaran tenaga kerja mengalami kenaikan.

Comments

Popular posts from this blog

kaidah Qawaid Fiqhiyyah : "Yang jadi patokan adalah maksud dan substansi, bukan redaksi ataupun penamaannya"

  Kaidah Fiqh اَلْعِبْرَةُبِالْمَقَاصِدِوَالْمُسَمِّيَاتِ لاَبِالْأَلْفَاظِ وَالتَسْمِيَاتِ “Yang jadi patokan adalah maksud dan substansi, bukan redaksi ataupun penamaannya.” Kaidah ini memberi pengertian bahwa yang jadi patokan adalah maksud hakiki dari kata-kata yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan bukan redaksi ataupun penamaan yang digunakan. Dan dari kaidah ini,bercabanglah satu kaidah lain yang melengkapinya, yang disebutkan dalam Jurnal Al-Ahkam Al-Adliyyah, yakni kaidah: اَلْعِبْرَةُ فىِ اْلعُقُوْدِ بِالْمَقَاصِدِ وَالْمَعَانِي لَا بِالْأَلْفَاظِ وَالْمَبَانِي “Yang dijadikan pegangan dalam transaksi (akad) adalah maksud dan pengertian bukan redaksi ataupun premis.” Makna Kaidah Dari kaidah ini dipahami bahwa saat transaksi dilangsungkan, yang menjadi patokan bukanlah redaksi yang digunakan kedua pihak yang melangsungkan transaksi, melainkan maksud hakiki mereka dari kata-kata yang diucapkan dalam transaksi tersebut. Sebab, maksud hakikinya adalah penge

Departementalisasi Organsasi

Pengertian Departementalisasi Organsasi Departementalisasi adalah proses penentuan cara bagaimana kegiatan yang dikelompokkan. Beberapa bentuk departementalisasi sebagai berikut : •           Fungsi •           Produk atau jasa •           Wilayah •           Langganan •           Proses atau peralatan •           Waktu •           Pelayanan •           Alpa – numeral •           Proyek atau matriks 1.       Departementalisasi Fungsional               Departentalisasi fungsional mengelompokkan fungsi – fungsi yang sama atau kegiatan – kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi. Organisasi fungsional ini barangkali merupakan bentuk yang paling umum dan bentuk dasar departementalisasi. kebaikan utama pendekatan fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi- funsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi dan memungkinkan pegawai manajemen kepuncak lebih ketat terhadap fungs

kaidah qawaid fiqhiyyah :"Tidak sempurna akad Tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang"

لاَ يَتِمُّ التَّبَرُّعُ إِلاَّ بِالقَبْضِ   “ Tidak sempurna akad Tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang”  berbicara tentang kaidah ini maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu, yaitu : Pengertian Akad Akad adalah salah satu sebab dari yang ditetapkan syara’ yang karenanya timbullah beberapa hukum. Dengan memperhatikan takrit akad, dapatlah dikatakan bahwa akad itu adalah suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang berdasarkan persetujuan masing-masing. [1] Akad termasuk salah satu perbuatan hukum (tasharruf) dalam hukum Islam. Dalam terminology fiqih akad diartikan sebagai pertalian antara ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh terhadap objek perikatan. Sesuai kehendak syariat maksudnya bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sesuai dengan kehendak  syariat. [2] Rukun merupakan hal yang harus dipenuhi agar suatu per