Skip to main content

Pengertian kafalah,hukum, rukun dan syaratnya

Pengertian kafalah,hukum, rukun dan syaratnya

Pengertian kafalah
Secara etimologi kafalah berarti jaminan ,kafalah mempunyai padanan kata yang banyak ,yaitu dhammah,hamalah,dan za’ammah  .menurut al mawardi ulama mazhaz syfi’i ,semua istilah tersebut memiliki arti yang sama ,yaitu jaminan .namun,masing masing memiliki kekhasan tersendiri yaitu :
·         Dhamin adalah umumnya digunakan penjaminan harta.
·         Hamil adalah penjamin dalam masalah diyat (denda pembunuhan).
·         Za’im adalah penjaminan dalam masalah  harta yang sangat besar.
Menurut mazhab hanafi dan hambali ,kafalah berarti ad-dham’’menngabungkan’’.
Sedangkan menurut istilah ,kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditnggung.

Dalam pengertian lain kafala juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin .

Menurut safi’i antonio(1999),kafalah aalah jaminan yang diberikan oleh  pennggung kepadda pihak ketiga untuk memenuhi  kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung .

Menurut mazhab hanafi ,kafalah berarti memasukkakn tanggung jawab orang lain alam suatu tuntutan umum dengan kata lain menjadikan seseorang ikut bertanggung jawab atau tanggng jawab orang lain yang berkaitan dengan masalah nyawa,utang atau barang .meskipun demikian penjamin yang ikut bertanggung jawab tersebut tidak dianggap berutang dan utang pihak yang dijamin tidak gugur dengan jaminan pihak penjamin.

Sedangkan menurut mazhab syafi’i,maliki dan hambali ,kafalah adalah menjadikan seseorang(penjamin) ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan /pembayaran utang ,dan dengan demikian keduannya dipandang berutang .perlu diperhatikan bahwa dengan ikut berutangnya pihan penjamin ,sedangkan kewajiban terutang tidak gugur ,tidak berarrti nilai utang bertambah ,dan pihak berpiutang diuntungkan .tidak demikian ,karena ia hanya berhak menagih sesuai jumlah utang dari salah seorang diantara mereka.

Kafalah mengharuskan adanya kafil (pihak penanggung ),makful’anhu (pihak yang punya tanggungan ),makful lahu(pemilik piutang),dan makful bihi (tanggungan).

Kafil adalah orang yang berkewajiban memenuhi tanggungan ,seorang kafil harus lah sudah baligh,berakal,berwenang penuh attas hartanya ,dan rela dengan adanya kafalah ,artinya seorang kafil tidak boleh orang gila ,atau anak kecil walaupun sudah mumayyiz.

Kafil juga disebut dengan dhamin,zai’im,hammil,qabil,ashiil adalah orang yang punya tanggungan ,dia disebut makful’anhu .seseorang yang disebutkan disini tidak mesti sudah baliqh dan berakal.juga tidak dituntut hadir dalam transaksi kafalah dan tidak harus setuju dengan transaks kafalah itu.jadi seseorang makful’anhu boleh anak kecil,orang gila,dan orang yang tidak hadir disaat transaksi berlangsung.akan tetapi seorang kafil tidak boleh meminta tanggung jawab makful’anhu ,jika terjadi makful’anhu anak kecil,orang gila,orng yang tidak hadir,atau oorang yang tidak setuju ,kecuali jika yang menjadi makful’anhu adalah anak kecil yang diberi izin menjalankan perdangangan dan perdagangan itu dibawah kendalinya.

Makful lahu adalah pemilik piutang.pihak penjamin harus mengenalnya ,karena tuntutan setiap orang berbeda –beda ,tujuan pun berbeda.transaksi kafalah tanpa pihak pemilik piutang sama artinnya dengan penipuan.

Dasar hukum kafalah

Dasar hukum kafalah ada 3 yaitu :
1.      Al-qur’an
Artinya :”dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)beban unta dan aku menjamin terhadapnya.” (QS.yusuf 12:72)
2.      Hadist
“kami pernah berada disisi rasulullah SAW kemudian didatangkan jenazah ,lalu orang-orang berkata ‘wahai rasulullah ,salatkah dia’.beliau bertanya ,apakah dia meninggalkan sesuatu ?’mereka menjawab ,tidak ‘. Beliau bertanya ..apakakah beliau mempunyai utang ? mereka menjawab,’tiga dinar ,rasulullah SAW besabda :  salatlah kalian atas teman kalian .’abu qatadah berkata : ‘salatlah dia ,wahai rasulullah dan aku yang menjamin (pembayaran) hutangnya.kemudian beliau mensalatinya “. (HR.Ahmad,Bukhari,dan Nasa’i).
3.      Ijma’
Bahwa ulama sepakat tentang kafalah ,karena kafalah sangat diperlukan dalam waktu  tertentu.adakalanya orang memberi modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada jaminan dari seseorang dapat dipercayai.(fikkih sunnah 5 :cakrawala 2009,.hal.388).

Rukun dan syarat kafalah

1.      Penjamin (kafil),syaratnya :
·         Baliqh dan berakal
·         Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya da rela dengan tanggungan kafalah tersebut.
2.      Orang yang berhutang (makful’anhu),syaratnya :
·         Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin
·         Dikenal oleh penjamin
3.      Orang yang berpiutang (makful lahu) ,syaratnya :
·         Diketahui indentitasnya
·         Dapat hadir pada waktu akad dan memberikan berkuasa
·         Berakal sehat

4.      Barang penjamin ( makful bilu ) ,syaratnya :
·         Merupakan tanggungan pihak /orang yang berhutang ,baik berupa uang ,benda maupun pekerjaan
·         Bisa dilaksankan oleh penjamin
·         Harus merupakan piutang yang mengikat (lazin),yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan
·         Harus jelas nilai,jumlah dan spesifikasinya
·         Tidak bertentangan dengan syariah
5.  Sighat adalah ijab dan qabul



Comments

Popular posts from this blog

kaidah Qawaid Fiqhiyyah : "Yang jadi patokan adalah maksud dan substansi, bukan redaksi ataupun penamaannya"

  Kaidah Fiqh اَلْعِبْرَةُبِالْمَقَاصِدِوَالْمُسَمِّيَاتِ لاَبِالْأَلْفَاظِ وَالتَسْمِيَاتِ “Yang jadi patokan adalah maksud dan substansi, bukan redaksi ataupun penamaannya.” Kaidah ini memberi pengertian bahwa yang jadi patokan adalah maksud hakiki dari kata-kata yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan bukan redaksi ataupun penamaan yang digunakan. Dan dari kaidah ini,bercabanglah satu kaidah lain yang melengkapinya, yang disebutkan dalam Jurnal Al-Ahkam Al-Adliyyah, yakni kaidah: اَلْعِبْرَةُ فىِ اْلعُقُوْدِ بِالْمَقَاصِدِ وَالْمَعَانِي لَا بِالْأَلْفَاظِ وَالْمَبَانِي “Yang dijadikan pegangan dalam transaksi (akad) adalah maksud dan pengertian bukan redaksi ataupun premis.” Makna Kaidah Dari kaidah ini dipahami bahwa saat transaksi dilangsungkan, yang menjadi patokan bukanlah redaksi yang digunakan kedua pihak yang melangsungkan transaksi, melainkan maksud hakiki mereka dari kata-kata yang diucapkan dalam transaksi tersebut. Sebab, maksud hakikinya adalah penge

Departementalisasi Organsasi

Pengertian Departementalisasi Organsasi Departementalisasi adalah proses penentuan cara bagaimana kegiatan yang dikelompokkan. Beberapa bentuk departementalisasi sebagai berikut : •           Fungsi •           Produk atau jasa •           Wilayah •           Langganan •           Proses atau peralatan •           Waktu •           Pelayanan •           Alpa – numeral •           Proyek atau matriks 1.       Departementalisasi Fungsional               Departentalisasi fungsional mengelompokkan fungsi – fungsi yang sama atau kegiatan – kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi. Organisasi fungsional ini barangkali merupakan bentuk yang paling umum dan bentuk dasar departementalisasi. kebaikan utama pendekatan fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi- funsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi dan memungkinkan pegawai manajemen kepuncak lebih ketat terhadap fungs

kaidah qawaid fiqhiyyah :"Tidak sempurna akad Tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang"

لاَ يَتِمُّ التَّبَرُّعُ إِلاَّ بِالقَبْضِ   “ Tidak sempurna akad Tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang”  berbicara tentang kaidah ini maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu, yaitu : Pengertian Akad Akad adalah salah satu sebab dari yang ditetapkan syara’ yang karenanya timbullah beberapa hukum. Dengan memperhatikan takrit akad, dapatlah dikatakan bahwa akad itu adalah suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang berdasarkan persetujuan masing-masing. [1] Akad termasuk salah satu perbuatan hukum (tasharruf) dalam hukum Islam. Dalam terminology fiqih akad diartikan sebagai pertalian antara ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh terhadap objek perikatan. Sesuai kehendak syariat maksudnya bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sesuai dengan kehendak  syariat. [2] Rukun merupakan hal yang harus dipenuhi agar suatu per