Skip to main content

Biografi Al Mawardi

            Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi  Al-Basri Al-Syafi’i lahir di kota Basrah pada tahun 364 H(947M).Setelah mengawali pendidikannya di kota Basrah dan Baghdad selama 2 tahun,ia berkelana ke berbagai negeri islam untuk menuntut ilmu.Diantara guru-guru Al-Mawardi adalah Al-Hasan bin Ali bin Muhammad Al-Jabali,Muhammad bin Adi bin Zuhar Al-Manqiri,Ja’far bin Muhammad bin Al-Fadhl Al-Baghdadi,Abu Al-Qasim Al-Qusyairi,Muhammad bin Al-Ma’ali Al-azdi,dan Ali Abu Al-Abu Al-Asyfarayini.
            Berkat keluasan ilmunya,salah satu tokoh besar mazhab Syafi’i ini dipercaya memangku jabatan qadhi (hakim) di berbagai negeri secara bergantian.Setelah itu Al-Mawardi kembali ke kota Baghdad untuk beberapa waktu kemudian diangkat sebagai Hakim Agung pada masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim bin Amrillah Al-Abbasi.
            Sekalipun hidup di masa dunia islam terbagi ke dalam tiga dinasti yang saling bermusuhan,yaitu Dinasti Abbasiyah di Mesir,Dinasti Umawiyah II di Andalusia dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad,Al-Mawardi memperoleh kedudukan yang tinggi di mata para penguasa dimasanya.Bahkan,para penguasa Bani Buwaihi,selaku pemegang kekuasaan pemerintahan Baghdad menjadikannya sebagai mediator mereka dengan musuh-musuhnya.

            Sekalipun telah menjadi hakim,Al-Mawardi tetap aktif mengajar dan menulis.Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi dan Abu Al-Izz Ahmad bin Kadasy merupakan dua orang dari sekian banyak murid Al-Mawardi.Sejumlah besar karya ilmiah yang meliputi berbagai bidang kajian dan bernilai tinggi telah ditulis oleh Al-Mawardi,seperti Tafsir al-quran al-karim,al-Amtsal wa al-Hikam,al-Hawi al-Kabir,al-Iqna,al-Adab ad-Dunya wa ad-din,Siyasah al-Maliki,Nashihat al-Muluk,al-Ahkam ash-Shulthaniyyah,An-Nukat wa al ‘Uyun,dan Siyasah al-Wizarat wa as-Siyasah al-Maliki.Dengan mewariskan berbagai karya tulis yang sangat berharga tersebut,Al-Mawardi meninggal dunia pada bulan Rabiul Awwal tahun 450 H(1058) di kota Baghdad dalam usia 86 tahun.

Comments

Popular posts from this blog

kaidah Qawaid Fiqhiyyah : "Yang jadi patokan adalah maksud dan substansi, bukan redaksi ataupun penamaannya"

  Kaidah Fiqh اَلْعِبْرَةُبِالْمَقَاصِدِوَالْمُسَمِّيَاتِ لاَبِالْأَلْفَاظِ وَالتَسْمِيَاتِ “Yang jadi patokan adalah maksud dan substansi, bukan redaksi ataupun penamaannya.” Kaidah ini memberi pengertian bahwa yang jadi patokan adalah maksud hakiki dari kata-kata yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan bukan redaksi ataupun penamaan yang digunakan. Dan dari kaidah ini,bercabanglah satu kaidah lain yang melengkapinya, yang disebutkan dalam Jurnal Al-Ahkam Al-Adliyyah, yakni kaidah: اَلْعِبْرَةُ فىِ اْلعُقُوْدِ بِالْمَقَاصِدِ وَالْمَعَانِي لَا بِالْأَلْفَاظِ وَالْمَبَانِي “Yang dijadikan pegangan dalam transaksi (akad) adalah maksud dan pengertian bukan redaksi ataupun premis.” Makna Kaidah Dari kaidah ini dipahami bahwa saat transaksi dilangsungkan, yang menjadi patokan bukanlah redaksi yang digunakan kedua pihak yang melangsungkan transaksi, melainkan maksud hakiki mereka dari kata-kata yang diucapkan dalam transaksi tersebut. Sebab, maksud hakikinya adalah penge

Departementalisasi Organsasi

Pengertian Departementalisasi Organsasi Departementalisasi adalah proses penentuan cara bagaimana kegiatan yang dikelompokkan. Beberapa bentuk departementalisasi sebagai berikut : •           Fungsi •           Produk atau jasa •           Wilayah •           Langganan •           Proses atau peralatan •           Waktu •           Pelayanan •           Alpa – numeral •           Proyek atau matriks 1.       Departementalisasi Fungsional               Departentalisasi fungsional mengelompokkan fungsi – fungsi yang sama atau kegiatan – kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi. Organisasi fungsional ini barangkali merupakan bentuk yang paling umum dan bentuk dasar departementalisasi. kebaikan utama pendekatan fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi- funsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi dan memungkinkan pegawai manajemen kepuncak lebih ketat terhadap fungs

kaidah qawaid fiqhiyyah :"Tidak sempurna akad Tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang"

لاَ يَتِمُّ التَّبَرُّعُ إِلاَّ بِالقَبْضِ   “ Tidak sempurna akad Tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang”  berbicara tentang kaidah ini maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu, yaitu : Pengertian Akad Akad adalah salah satu sebab dari yang ditetapkan syara’ yang karenanya timbullah beberapa hukum. Dengan memperhatikan takrit akad, dapatlah dikatakan bahwa akad itu adalah suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang berdasarkan persetujuan masing-masing. [1] Akad termasuk salah satu perbuatan hukum (tasharruf) dalam hukum Islam. Dalam terminology fiqih akad diartikan sebagai pertalian antara ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh terhadap objek perikatan. Sesuai kehendak syariat maksudnya bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sesuai dengan kehendak  syariat. [2] Rukun merupakan hal yang harus dipenuhi agar suatu per